Liputan6.com, Jakarta – Kasus anemia di kalangan anak pesantren masih jadi momok, terutama dialami santriwati. Banyak hal yang melatarbelakangi, salah satunya rendahnya pengetahuan soal gizi seimbang dan cara memenuhinya.
Diawali pilot project di dua pesantren pada 2018, School Lunch Program (SLP) kembali digelar pada tahun ini dengan menghadirkan modul berisi panduan edukasi gizi yang mudah diaplikasikan oleh pesantren, termasuk sekolah umum yang menyediakan menu makan siang bagi para siswa/siswinya. Program tersebut diinisiasi Departemen Gizi Masyarakat IPB dan Kementerian Agama, serta PT Ajinomoto Indonesia.
“Melalui Buku Panduan SLP ini, Ajinomoto ingin mengimplementasikan program ke lebih banyak pesantren dan sekolah umum dalam rangka meningkatkan status gizi anak-anak remaja di Indonesia, terutama di masa pandemi,” kata Katarina Larasati, Public Relations Manager PT Ajinomoto Indonesia, dalam keterangan tertulis yang diterima Liputan6.com, Rabu (18/8/2021).
Menurut dia, pilot project yang dilakukan berhasil menurunkan prevalensi status anemia santri di pondok pesantren. Dalam program itu, mereka menyediakan menu tinggi kandungan zat besi, seperti rendang hati ayam, dan menu sayur yang mudah dimasak.
“Santri mulai makan lebih banyak. Hasilnya, kami mampu mengurangi 8 persen kejadian anemia di kalangan santri Pondok Pesantren Pertanian Darul Falah Bogor, dan 20,9 persen di Pondok Pesantren Darussalam Bogor,” ia menambahkan.
Ia menilai School Lunch Program efektif sehingga ingin lebih banyak lagi pesantren yang mengadopsi program serupa. “Program ini menurut kami sangat penting, karena semua anak di Indonesia berhak mendapatkan metode pembelajaran yang efektif tanpa takut akan ancaman kesehatan di sekitarnya, apalagi di saat situasi pandemi seperti ini,” kata Katarina.
Sementara, Dr. Rimbawan, dosen di Departemen Gizi Masyarakat IPB sekaligus Ketua Project SLP menyebut buku panduan itu tidak hanya bermanfaat bagi siswa, tetapi juga tenaga pengajar di institusi pendidikan. Pihaknya membagi menjadi tiga modul.
Isi Buku
Rimbawan menerangkan buku pertama berisi modul edukasi gizi di pesantren untuk membekali tenaga pengajar pengetahuan dasar tentang gizi dan kesehatan untuk anak dan remaja. Buku kedua merupakan modul penyediaan makan bergizi seimbang di pesantren.
“Buku kedua ini bermanfaat bagi pengelola dan tim penyedia makan pesantren,” ujarnya saat menyosialisasikan modul dalam Webinar School Lunch Program, pada 31 Juli–1 Agustus 2021, dan dihadiri peserta dari pesantren di Jawa Barat dan Jawa Timur.
Sementara, buku ketiga berisi kumpulan resep dan pilihan aplikasi menu lezat bergizi seimbang. Buku panduan itu berwujud buku elektronik yang bisa diunduh secara gratis, tapi terbatas. Panitia menyediakan 100 kuota unduhan.
“Pengamatan kami menunjukkan bahwa pesantren merupakan lembaga pendidikan yang mengalami banyak kemajuan, namun dalam hal pangan, gizi, dan kesehatan, masih belum mendapatkan perhatian yang proporsional. Pada umumnya siswa/i mondok di pesantren.Oleh karena itu, kami menilai jika kondisi pangan, gizi dan kesehatannya baik, akan sangat berdampak pada peningkatan capaian pembelajarannya,” ia menjelaskan.
Investasi Masa Depan
Anemia merupakan kondisi tubuh kekurangan zat besi. Banyak remaja putri di pesantren mengalami anemia tingkat ringan hingga sedang. Mereka rawan terkena anemia karena setiap bulan mengalami menstruasi.
WHO menyatakan defisiensi zat besi pada remaja putri akan berdampak pada kondisi kesehatan saat ini dan masa depan. Di periode saat ini, anemia bisa menyebabkan gangguan perkembangan fisik, menurunnya konsentrasi belajar yang mengakibatkan prestasi belajar menurun, dan daya tahan tubuh lebih lemah hingga mudah terinfeksi.
Kondisi ini jika dibiarkan akan berdampak buruk dan lebih serius, memperbesar risiko kematian ibu melahirkan, bayi prematur, dan berat bayi lahir rendah. Anemia dapat dihindari dengan mengonsumsi makanan yang tinggi zat besi, asam folat, vitamin A, vitamin C dan zinc serta pemberian tablet tambah darah (TTD).
sumber : liputan6.com